Secara umum bila orang berbicara
tentang pendidikan, maka yang dimaksud adalah sekolah, atau pendidikan formal.
Ini memang tidak salah, namun pengertian ini kurang tepat. Mengapa? Alasan yang
mendasar yaitu pendidikan bukan hanya disekolah atau hanya berbentuk pendidikan
formal. Ada bentuk pendidikan lain yang tidak kurang peranannya yaitu
pendidikan Non formal atau Pendidikan Luar Sekolah.
Berbicara tentang pendidikan luar
sekolah, pasti terfikir pada PENDIDIKAN NON FORMAL (PNF). Mungkin sebagian
besar dari kita masih meragunakannya, APA
PLS ITU? Apa saja manfaat dan peranan PLS? Mungkin ada juga yang belum mengenal
sama sekali Pendidikan Luar Sekolah.
Perlu
kita ketahui bahwa Pendidikan Luar Sekolah sangatlah membawa manfaat yang sangat besar bagi
masyarakat Indonesia, Pendidikan Luar Sekolah pun menjadi salah satu jalan
keluar terhadap masalah-masalah yang
kita hadapi dalam bidang Pendidikan. Salah satu permasalahannya adalah
Kurangnya Pendidikan didaerah tertinggal.
Bagaimanakah
gambaran tentang pendidikan di daerah Tertinggal?
Arti masyarakat desa adalah sejumlah manusia dalam
arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Sedangkan arti tertinggal/terpencil adalah terpisah dengan yang lain
(Poerwadarminta, 1986 dan Anton M. Moeliono, dkk, 1989). Dengan demikian yang
dimaksud masyarakat desa tertinggal adalah mereka berada jauh dari pembangunan
kota, karena ketertinggalan tersebut sehingga sulit mengikuti perkembangan
pembangunan, termasuk ketertinggalan dalam dunia pendidikan. Pada dasarnya
rata-rata pendidikan dan pengetahuan masyarakat desa tertinggal relatif rendah.
Hal tersebut disebabkan karena kurangnya fasilitas pendidikan untuk
melangsungkan pembelajaran, serta minimnya tenaga pendidik yang berada di
daerah pedesaan, sehingga pendidikan didaerah desa terhentikan.
Apakah
Pendidikan didaerah Desa dapat berjalan aktif seperti Pendidikan di kota?
Berbagai macam kendala atau masalah yang dihadapi oleh
masyarakat kota dapat terselesaikan dengan mudah. Karena pada hakikatnya
Pendidikan merupakan hak bagi setiap masyarakat di Indonesia, walaupun cara
mendapatkan pendidikan itu sendiri melalui jalur yang berbeda. Bagi masyarakat
yang kurang mampu atau masyarakat yang ada didaerah Pedesaan, mereka akan
mendapatkan ilmu melalui Pendidikan Non Formal atau Pendidikan Luar Sekolah.
Untuk lebih mendalami arti pendidikan luar sekolah (Non Formal Education) menurut
Prof. H.M. Sudomo (1974) dalam Poerwadarminta adalah setiap kegiatan pendidikan
yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal, baik dilakukan sebagai
kegiatan yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan pelajar (Clientele) dalam
mencapai tujuan belajar.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan
kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil
suatu kelompok manusia dapat maju berkembang sejalan aspirasi (cita-cita) untuk
maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Soelaiman
Joesoef dan Slamet Santoso dalam Poerwadarminta (1998)menguraikan PLS sebagai
upaya menolong masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi, agar mereka
dapat menduduki tempat yang layak dalam dunia modern. Pendidikan ini jelas
ditujukan kepada masyarakat dan daerah yang terbelakang agar masyarakat dan
daerah ini dapat menyamai daerah lain yang tidak terbelakang.
Wadah
Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah di Pedesaan.
Pertama
adalah melalui Kursus . Kursus tetap memenuhi unsur
belajar-mengajar sepertiwarga belajar, sumber belajar, program belajar, tempat
belajar dan pasilitas. Sistem pengajaran dapat berupa ceramah, diskusi,
latihan, praktek dan penugasan. Dan pada akhirnya kursus ada evaluasi untuk
menentukan keberhasilan dalam Bentuk STTB.
Kedua
yaitu Kelompok Belajar. Kelompok belajar adalah lembaga
kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu
tergantung pada kebutuhan warga belajar. Program belajar dapat berupa paket-paket
belajar dan dapat disusun bersama antara sumber belajar dan warga belajar
Ketiga
yaitu Pusat Pemagangan. Pusat pemagangan adalah suatu
lembaga kegiatan belajar mengajar yang merupakan pusat kegiatan kerja atau
bengkel sehingga peserta didik dapat belajar dan bekerja. Dalam hal ini ada 2 macam antara lain: (1)
Apprenti peship; (2) Internaship.
Keempat yaitu Pusat Kegiatan
Belajar. PKB
terdapat di dalam masyarakat lyas seperti pesantren, perpustakaan, gedung
kesenian, took, rumah ibadat, kebun percobaan dan lain-lain lembega-lembaga
tersebut para peserta dapat memperoleh proses belajar-mengajar sesuai yang
mereka inginkan
Kelima
yaitu Keluarga.
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama yang dialami oleh seseorang
dimana proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak
terikat oleh waktu. Program ini meliputi: nilai-nilai sosial-budaya, sosial
politik, agama, idielogi, dan pertahanan keamanan.
Keeneam
yaitu Belajar Sendiri. Di pihak lain setiap individu dapat
belajar sendiri dimanapun dan kapanpun melalui buku-buku bacaan ilmiah, modul,
buku paket belajar dan sebagainya
Ketujuh
yaitu Kegiatan-kegiatan Lain. Kegiatan ini dapat
meliputi penyuluhan, seminar, dakwah, lokakarya, diskusi panel dan sebgainya
Mereka yang dimaksud masyarakat desa tertinggal adalah
bermukim di bukit-bukit, tepian sungai, di lembah, danau, kawasan pantai, dan
sebagainya. Semuanya mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam bidang
pendidikan. Dalam strategi PLS untuk menuntaskan Wajar Dikdas 12 tahun, Dikmas
tingkat kecamatan sebagai ujung tombak. Bila penempatan tenaga PLS tidak pada
bidangnya, maka upaya pemerintah tidak akan segera terwujud.
Sedangkan ciri PLS secara spesifik menurut Saleh
Marzuki (1981) adalah (1) progam jangka pendek; (2) tidak dibatasi oleh
jenjang-jenjang; (3) Usia didiknya tidak perlu sama/homogen; (4) sasaran
didiknya beriorientasi jangka pendek dan praktis; (5) Diadakan sebagai respon
kebutuhan yang mendesak; (6) Ijazah biasanya kurang memegang peran penting; (7)
dapat diselenggarakan pemerintah dan swasta; (8) dapat diselenggarakan di dalam
dan di luar kelas.
Dalam hal
ini, mungkin timbul bertanyaan mengapa di perguruan tinggi ada jurusan atau
program studi PLS?
Padahal di
lain pihak pendidikan tersebut diselenggarakan di luar sistem persekolahan.
Sebagian perguruan tinggi sejak lama telah menyelenggarakan PLS. Tujuannya
adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli pembangunan bidang PLS. Mahasiswa
yang dididik pada jurusan atau program studi PLS adalah dididik dalam jalur
pendidikan formal. Namun, sistem berfikir mahasiswa di luar sistem
persekolahan. Seperti mengenal tuna aksara latin dan angka, ini konsep “tempoe doeloe”. Sekarang mahasiswa
lebih dititikberatkan pada masalah yang lain yaitu bagaimana agar warga
masyarakat mampu menghadapi tantangan lebih jauh ke depan pada era globalisasi
untuk berwiraswasta, mengenal berbagai kursus keterampilan, dan berbagai bentuk
pendidikan di luar sistem persekolahan. Misalnya Bordir, Mejahit, Tata Rias,
Pertanian, Elektronika, Jurnalistik, Komputer, pendidikan dan latihan berbagai
cabang olahraga, penyuluhan kesehatan, KB, pertanian, sampai kursus berbagai
bahasa dll (Oong Komar, 2000).
Harapan masyarakat
menurut Yus Darusman dalam Komar (2006) adalah aktivitas PLS melalui peran
kelompok belajar masyarakat sebagai kelompok pengubah dan kelompok penyebar.
Dampak perilaku moral ekonomi masyarakat tampil sebagai masyarakat yang maju,
padat keterampilan, padat karya, padat usaha, padat kesejahteraan. Hal ini di
selenggarakan oleh masyarakat, LSM, Dinas, dan instansi pemerintah. Karena
tidak tuntas akibat dari ledakan penduduk berdampak menimbulkan kemiskinan
dalam dunia pendidikan. Salah satu diantaranya ditutupnya kran-kran PLS di
berbagai tempat dengan alasan yang tidak jelas di zaman orde baru. Sehingga di
sana-sini munculnya anak jalanan, para galandangan, dan berbagai masalah sosial
yang membuat pusing bagi pihak si penutup kran itu sendiri,
Trobosan
Pendidikan Non Formal Malalui Pendidikan Luar Sekolah
Paling
tidak ada 5 terobosan yang bisa dimainkan oleh pendidikan non formal guna
memecahkan masalah mendesak yang dihadapi manusia dengan sudut pandang
pendidikan, yaitu:
Pengentasan Kemiskinan
Pengentasan kemiskinan dari sudut
pandang pendidikan yaitu dengan cara atau teknik menjadikan PNF sebagai pendidikan alternatif yang diarahkan
untuk membentuk sikap dan perilaku produktif atau sikap wiraswasta.
Masalah
pengangguran
Arah pemecahan masalah pengangguran
perlu diketahui latar belakangnya, diantaranya perubahan struktur industri,
ketidakcocokan ketrampilan, ketidakcocokan geografis, pergersern demografis,
kekuatan institusi, tidak bisa bekerja dan restrukturisasi kapital. Latar
belakang pengangguran tersebut menyangkut masalah pendidikan, baik yang
disebabkan kelambanan penyesuaian program pendidikan, maupun penyesuaian
ketrampilan kerja.
Masalah Penduduk Usia Sekolah
Masalah
ini menyangkut pendidikan formal yang belum mampu menampung seluruh usia
sekolah. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan nonformal sebagai penyaluran
yang mampu menghasilkan kesetaraan pendidikan formal.
Masalah siswa putus sekolah
Jumlah siswa yang putus sekolah
belum bisa dieliminasikan. Penyebab lama (keterbatasan ekonomi, budaya dan
lain-lain) dapat ditanggulangi, tetapi penyebab baru muncul dalam bentuk yang
menyangkut kendala kebosanan sekolah siswa, atau berkaitan sektor lain
(pabrik/industri) yang daya tariknya lebih kuatdari pada sektor pendidikan
(sekolah).
Peluang
pengembang pribadi
Pedidikan
non formal sebagai wahana mengisi waktu senggang masyarakat, baik dalam rangka
meningkatkan ketrampilan dan penyaluran hobi, maupun memperindah citra diri dan
kepribadian.
Bahan
Bacaan.
Komar,
Oong, 2006, Filsafat PENDIDIKAN
NONFORMAL. Yogyakarta
Kamil, Mustofa, 2007, MODEL
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (Konsep dan Aplikasi),
Marzuki,Shaleh.http://PERAN.PENDIDIKAN.LUAR.SEKOLAH.DALAM.MENCERDASKAN.KEHIDUPAN.BANGSA.tinta.binta.html
Poerwadarminta, dkk. 1986. Peran
Pendidikan Non Formal. Semarang.
Coin Casino - Full Review of Their Games - Casino Ow
BalasHapusThe Coin Casino 인카지노 has over 100 games, a variety of slots, and online poker with a mobile version leovegas that can be downloaded for free 메리트 카지노 고객센터 on mobile and desktop!